Cerita di blog ini

Hawaphobia: First Fall in Love (1.Hari Sial)

        Alergi? Apa yang ada dalam pikiranmu mengenai alergi? Mungkin dalam pikiran kalian akan terlintas jenis-jenis alergi yang ada, mungk...

Monday, January 28, 2019

Berhenti menghakimi orang lain dengan standart kita sendiri!

"Beda kepala ya beda pemikiran, beda pandangan, dan beda prinsip. Untuk itulah 'terkadang' kita tidak bisa memaksakan standart kita sendiri pada orang lain, kecuali standart tersebut sudah baku di masyarakat (peraturan, norma, dsb)."

Pernah gak sih kita dengar pertanyaan atau pernyataan dari orang lain seperti ini:

"Udah besar kok masih suka nonton kartun!"

"Masa foto sosial media kamu pakai foto anime atau kartun, gak pakai foto wajah sendiri, kamu wibu ya?"

"Cowok kok perasaannya sensitif banget!"

"Cowok kok sukanya main boneka." atau "Cewek kok sukanya main robot-robotan."

"Kalau kamu suka ya langsung jadikan pacar aja, ntar ya kalau gak cocok ya tinggalin aja, kan ya masih pacaran aja toh, belum nikah."

"Masa udah kuliah gak pernah pacaran?"

"Kalau udah lulus SMA ya kerja aja, ngapain kuliah bebanin keluarga aja."

Dan masih banyak lagi omongan orang-orang yang secara tidak langsung maupun langsung memaksakan standart atau prinsip mereka sendiri pada orang lain.

Padahal seperti quotes di awal bahwa tiap orang mempunyai beda pemikiran, beda pandangan, dan beda prinsip. Kita masing-masing mempunyai pandangan berbeda-beda mengenai hidup, kesuksesan, pasangan, dll betul kan?

Memang terkadang kesan bagi orang yang mengatakan contoh-contoh di atas seperti memberi saran, tapi apakah tepat cara penyampaiannya? Atau justru bukannya memberikan saran, tapi malah men judge orang lain?

Itulah yang mungkin kita hadapi saat-saat ini, bahkan kita secara tidak langsung (tanpa kita sadari) pun juga berbuat demikian.

Pertanyaannya apakah orang lain bisa menerima standart atau prinsip yang kita punya? Ohh ya kalau suka ya didengerin dan dilakuin, kalau gak suka ya gak usah di dengerin aja omongannya, beres! No! Justru semakin kamu menutup telinga terhadap orang-orang yang seperti ini, semakin lantang mereka mengucapkan hal yang sama, dan tak jarang nantinya hal tersebut akan berubah menjadi bullying. Dan tentu kita tahu apa dampaknya jika sudah menjadi bullying.

Untuk itu sebenarnya saya sendiri tidak bisa menemukan bagaimana caranya untuk menghindari omongan-omongan orang seperti ini karena beneran semakin kita menghindar, justru omongan-omongan yang sama itu akan selalu muncul di sekitar kita, betul? Dan percayalah orang-orang yang seperti itu juga banyak beredar di sekitar kita.

Tapi di sini saya hanya mengajak kepada para pembaca untuk stop memaksa apa yang menjadi standart kita sendiri kepada orang lain karena belum tentu orang tersebut mau menerima yang menjadi standart kita, kecuali kalau standart tersebut sudah berbentuk peraturan atau norma (seperti hukum, peraturan tertulis, ajaran agama, dsb) yang memang sebagian besar orang setuju dengan adanya standart tersebut.

Gimana sih contohnya 'standart kita sendiri' yang dimaksud dari tadi? Ya kita ambil salah satu contoh di atas.

"Cowok kok perasaannya sensitif banget!"

Pertanyaannya emang cowok gak punya perasaan? Dan mana ada peraturan atau norma yang mengatakan bahwa cowok gak boleh sensitif atau mungkin istilah kekiniannya Baperan? Satu hal yang perlu diingat juga bahwa sensitif nya tiap orang pun juga berbeda-beda.

Contoh kamu mengatakan 'Kamu jelek' ke si A dan si B. Mungkin bagi A kamu mengatakan demikian adalah guyonan, tapi bagi si B kamu mengatakan hal tersebut itu suatu penghinaan. Atau dibalik misal kamu mengatakan 'kamu wibu' ke si A dan si B. Mungkin bagi A kamu mengatakan demikian itu suatu penghinaan, tapi bagi si B itu biasa saja. Nah dari sini aja kita sudah tahu sensitivitas tiap orang aja berbeda-beda dan kita juga tidak bisa langsung men judge si A dan B orangnya baperan kan? Karena apa? Ya karena mereka tersinggung karena tidak terima dengan perkataan kita, tapi apakah mereka tersinggung dengan semua perkataan kita? Kan tidak, hanya perkataan tertentu saja mereka tersinggung tentunya.

Maka dari itu pertanyaannya balik lagi mana ada suatu peraturan atau norma-norma yang mengatakan bahwa cowok gak boleh sensitif atau baperan? Tentu hal tersebut adalah standart dari kita sendiri karena masalah perasaan yang sensitif tidak mungkin bisa menjadi standart baku di masyarakat karena sensitifnya tiap orang aja berbeda-beda. Dan jika sudah tahu demikian apakah kita layak men judge orang lain bahwa orang tersebut baperan?

Sebenarnya banyak yang ingin dibahas tapi semoga para pembaca juga mengerti. Memberi saran itu penting, tapi penyampaiannya pun harus benar, dan jangan lupakan beri saran pun harus saran yang memang bisa diterima banyak orang. Jangan saran-saran yang hanya bisa diterima kita sendiri atau beberapa orang aja. Dan satu hal lagi jangan suka menghakimi orang lain sesuai standart yang kita miliki. Di negara hukum seperti negara kita sendiri aja, kita tidak diperbolehkan memukul maling begitu saja karena itu termasuk main hakim sendiri (padahal jelas bahwa maling melanggar norma hukum), apalagi kita yang menghakimi orang dengan standart yang kita buat sendiri.

At last, sebenarnya hal ini pun mungkin bagi beberapa dari kalian bisa di bilang lebay atau terlalu berlebihan, dan sebagainya. It's ok karena di sini aku juga tidak pernah memaksa kalian untuk menerima apa yang aku tulis di sini. Balik lagi bahwa setiap orang tentu punya persepsi yang berbeda-beda. Jadi aku hargai juga bagi kalian yang mungkin kontra dengan tulisan ini. Juga aku hargai bagi kalian yang pro dengan tulisan ini

Oke sekian tulisan ini. See you next post :)



Wednesday, January 9, 2019

[Novel] Mistis The Death Flashlight

"Kemana aja kamu?" tanya Mira (Mama Evelyn) ketika melihat putri sulungnya buru-buru memasuki kamarnya. Evelyn terdiam sejenak mendengar pertanyaan Mamanya.  Evelyn menoleh ke arah Mamanya yang ekspresinya dingin dan menyeramkan. "Kenapa badan kamu basah semua?" tanya Mira lagi.

"Evelyn mau mandi dulu," jawab Evelyn dengan terbata-bata. Segera Evelyn membuka kenop pintu kamarnya, lalu masuk ke kamar meninggalkan Mamanya masih mencoba membaca apa yang sebenarnya disembunyikan Evelyn.

Brak

Evelyn menutup pintu kamarnya dengan cukup keras yang membuat Mira terkejut dan kesal melihat tingkah putrinya tersebut.

***

"Jawab Mama! Apa kamu dapat rangking pararel tahun ini?" tanya Mira yang entah kapan sudah berada di kamar Evelyn.

"Mama kok bisa masuk?" tanya Evelyn polos.

Mira tersenyum sambil beranjak berdiri dari kasur Evelyn. Dia menghampiri Evelyn dengan tatapan dingin, sehingga Evelyn makin takut melihat Mamanya. Mira tersenyum kecil melihat Evelyn tertunduk karena tak berani menatapnya. "Kamu gak kunci pintu kamar kamu," jawab Mira.

Evelyn menoleh ke pintu kamarnya, lalu dia merutuki kebodohannya untuk kesekian kali karena lupa mengunci pintu kamarnya dari dalam. "Sekarang jawab! Bagaimana pengumuman mengenai rangking pararel di sekolahmu tadi? Apa kamu berhasil dapat rangking pararel tahun ini?" tanya Mira yang membuat Evelyn makin takut.

"Dari belakang Ma," jawab Evelyn polos.

"Ha? Maksudmu?" tanya Mira tak percaya.

Evelyn mengedarkan pandangannya pada pemandangan di luar jendela kamarnya sambil menghela napas berat. Perlahan air mata Evelyn sukses membasahi kedua pipinya. Dengan cepat Evelyn menghapus air matanya dengan kedua punggung tangannya. Dengan keberanian yang utuh, Evelyn menatap Mira dengan tatapan berkaca-kaca. "Maaf Ma kalau Evelyn gagal menjadi anak yang seperti Mama Papa harapkan lagi," kata Evelyn yang membuat air matanya makin deras membasahi kedua pipinya. Tak lama Evelyn langsung berlari ke atas kasurnya, lalu mengambil posisi tengkurap, dan menutupi kepalanya dengan bantal. Evelyn benar-benar tak kuat lagi jika harus mendapat omelan atau ceramah panjang dari kedua orangtuanya lagi. Dia sudah lelah untuk hal tersebut, apalagi dia merasa bahwa dirinya adalah anak yang tidak berguna dan tidak bisa membahagiakan kedua orangtuanya.

Mira menghela napas berat melihat tingkah Evelyn. Sudah seperti yang dia duga bahwa Evelyn gagal mendapatkan rangking pararel di sekolahnya tahun ini. Untuk saat ini dia tidak bisa memarahi Evelyn lagi karena apapun yang dia bicarakan pasti sudah tak didengar lagi jika kondisinya seperti itu. Mira menunggu waktu yang tepat untuk meluapkan emosinya pada Evelyn.

Klek

Mira keluar dari kamar Evelyn yang membuat Evelyn berhenti menangis dan menatap kepergian Mira dengan heran.

Tumben gak marah? Batin Evelyn.

Evelyn segera menghapus air matanya dan beranjak menuju westafel untuk meraup mukanya. Setelah ia meraup mukanya, ia melihat senter dan buku yang ia temukan tadi di atas meja belajarnya.

Evelyn menarik kursi di depannya, lalu duduk di kursi tersebut. Setelah itu dia mulai membuka satu persatu halaman buku yang ia temukan tadi. Dia membuka halaman ketiga buku tersebut.

"Manusia yang menemukan dan menyimpan senter TDF, dia akan menjadi pemilik senter tersebut," tulisan di halaman ketiga.

"Kerja senter ini sangat menarik. Ketika seseorang kecuali sang pemilik melihat cahaya dari senter ini maka jiwanya akan ditarik paksa oleh cahaya senter ini," tulisan di halaman 4. Evelyn mengernyit bingung dengan maksud tulisan di halaman ini. Dia membuka lembaran berikutnya, tapi yang dia temukan hanya lembaran kosong sampai lembaran terakhir dari buku ini. Dia menutup kembali buku tersebut karena perasaannya tidak enak. Dia merasa bahwa dirinya tidak sendirian di kamar ini, tetapi ada seseorang yang sedang memantau keberadaannya.

Swushh

Tiba-tiba jendela kamar Evelyn terbuka lebar-lebar. Evelyn mulai ketakutan sekarang karena jelas-jelas jendela kamar selalu ia kunci, tapi kok bisa jendelanya terbuka begitu saja, apalagi angin kencang yang membukanya. Evelyn berjalan ke arah jendela, lalu mendongak melihat kanan kiri, tapi ia tidak menemukan siapapun di luar jendela kamarnya. Ia melihat ke taman di bawahnya, tapi sama saja tidak ada orang di bawah sana.

Bruk

Evelyn menutup jendela kamarnya dengan kasar, lalu menguncinya rapat-rapat. Setelah itu dia menarik gorden untuk menutupi jendela kamarnya.

Evelyn menuju meja belajarnya kembali, lalu mengambil senter yang ia temukan tadi. Dia menyalakan cahaya senter tersebut, lalu dia arahkan cahaya senter itu ke kedua matanya. Refleks, Evelyn menutup kedua matanya segera dan menghalangi sinar senter dengan tangan kirinya. Dia membuka kedua matanya kembali, lalu mengerjap sejenak. Kedua matanya cukup pusing melihat cahaya senter yang begitu silau tadi.

Wushh

Tiba-tiba jendela kamar Evelyn terbuka kembali. Setelah itu pintu kamarnya tiba-tiba terbuka dengan keras. Namun tak ada siapapun di depan pintu. Angin malam bertiup lembut menerbangkan rambut Evelyn. Evelyn memeluk tubuhnya sendiri, dia mulai merasakan aura-aura yang tidak enak di kamarnya.

Dia melihat senter yang ia pegang tadi. Siapa pemilik senter ini? Batin Evelyn. Tiba-tiba senter di tangannya bergerak sendiri, lalu mengedipkan cahayanya ke arah Evelyn sebanyak tiga kali.

Dengan refleks, Evelyn membanting senter tersebut di atas lantai yang membuat senter tersebut menggelinding ke luar kamarnya. Namun pintu kamarnya tiba-tiba tertutup kembali, lalu senter itu kembali menggelinding ke arah Evelyn.

Evelyn yang mulai ketakutan segera beranjak berdiri di atas kasurnya. "Pergi!" teriaknya pada senter itu. Namun senter tersebut dengan mistis menggelinding naik ke atas kasur Evelyn. "Gak Pergi! Gak usah ganggu hidupku!" teriaknya makin tak jelas.

Brak

Pintu kamarnya terbuka kembali, tapi kali ini Hana (Adik Evelyn) sendiri yang membuka pintu kamarnya. "Kak kenapa sih teriak-teriak?" tanya Hana.

Dengan tangan bergetar, Evelyn menunjuk pada senter yang berada di atas kasurnya kini. Hana berjalan ke arah kasur Evelyn, lalu mengambil senter yang ditunjuk kakaknya tadi. "Kenapa sih?" tanya Hana yang makin jijik melihat tingkah alay kakaknya. "Gak ada apa-apanya juga," kata Hana sambil berusaha membongkar senter di tangannya.

"Eh! Eh!" teriak Evelyn berusaha merebut senter itu dari tangan adiknya, tapi Hana juga menarik senter di tangannya karena dirinya sendiri juga penasaran.

Brak

Senter TDF terlempar ke atas, lalu nyangkut di antara lampu yang ada di kamar Evelyn. "Udah ah!" kata Hana pasrah. "Awas aja kalau Kak Evelyn teriak-teriak lagi! Aku tampol online ntar," ancam Hana, lalu ia balik lagi ke kamarnya.

Evelyn bernapas lega untuk saat ini. Dia melirik ke atas melihat senter TDF yang masih tersangkut di atas sana. Dia berharap kalau bisa senter itu menghilang saja dari hadapannya sekarang. Dia tidak ingin hal-hal mistis seperti tadi terjadi lagi.

Evelyn menarik selimutnya, lalu membaringkan dirinya di atas kasur. Dia ingin sekali untuk beristirahat saat ini. Rasanya hari ini adalah hari paling sial dalam hidupnya. Evelyn mulai memejamkan kedua matanya untuk tidur dengan meninggalkan jendela dan pintu kamarnya masih terbuka begitu saja. Dia tidak menyadari ada sepasang mata yang sedang memantau dirinya di balik gorden. Tak lama sosok itu tersenyum sambil menutup kembali jendela kamar Evelyn dengan pelan agar tidak menimbulkan suara. Setelah itu bayangan sosok itu menghilang dari gorden kamar Evelyn yang menandakan sosok itu tak lagi berada di balik sana.

***