Cerita di blog ini

Hawaphobia: First Fall in Love (1.Hari Sial)

        Alergi? Apa yang ada dalam pikiranmu mengenai alergi? Mungkin dalam pikiran kalian akan terlintas jenis-jenis alergi yang ada, mungk...

Thursday, June 9, 2016

Hawaphobia: First Fall in Love (1.Hari Sial)

        Alergi? Apa yang ada dalam pikiranmu mengenai alergi? Mungkin dalam pikiran kalian akan terlintas jenis-jenis alergi yang ada, mungkin alergi dengan bulu ayam, mungkin juga alergi dengan makanan-makanan laut, dan masih banyak lagi.

        Apa kalian berpikir ada semacam alergi seperti alergi wanita? Dimana si penderita alergi akan bersin-bersin jika dekat dengan seorang wanita. Aneh bukan?

        Inilah kenyataan yang dihadapi oleh seorang remaja laki-laki bernama Roberto. Dia mengalami alergi paling aneh dan pertama dalam sejarah umat manusia, yaitu alergi wanita sejak dari Roberto berusia lima tahun.

        Sampai saat ini, para tim dokter dan ilmuwan belum bisa menjelaskan penyebab dari alerginya itu, apalagi obat untuk alerginya. Mereka hanya memberi sebuah obat yang bisa digunakan oleh Roberto untuk menghentikan bersin-bersinnya.

        Alergi wanitanya ini pula yang membuat dia dijuluki hawaphobia. Julukan ini didapatnya dari teman-teman SMP Roberto karena sikapnya yang aneh terhadap wanita dan cenderung menjauh dari wanita.

        Mereka berpikir bahwa Roberto mengalami trauma dengan wanita dan tidak mau dekat-dekat lagi dengan wanita, padahal alerginya yang membuat dia harus jauh dari wanita.

        Well, julukan ini selalu melekat dalam imagenya sampai saat ini.

        Alerginya pula yang membawa dia harus menjauh dari ibunya. Sejak dia berumur lima tahun, dia dirawat oleh ayahnya dan tidak pernah merasakan lagi betapa hangatnya pelukan dan kasih sayang seorang ibu.

         Kini, harapannya cuma satu, yaitu dia bisa menemukan obat bagi alerginnya yang aneh ini dan kembali mendapat kehidupan normalnya kembali.

        Seandainya ...,  batin Roberto sambil menatap langit malam dengan taburan cahaya bintang yang menghiasi cakrawala. Angin malam berhembus menyentuh lembut tubuhnya.

        Hatinya selalu bersungut-sungut dan menyalahkan takdir hidupnya. Bukannya aku tidak percaya dengan takdir-Mu, namun mengapa alergi wanita ini begitu menyiksa hidupku? Tanyanya dalam hati.

        Roberto menghela napas panjang dan memejamkan matanya sejenak.

        Ya Tuhan, aku hanya mohon padaMu, sembuhkanlah alergiku, aku tidak ingin hidup dengan alergi wanita seperti ini, ya Tuhan. Jika memang Kau berkehendak untuk membiarkan   ini ada dalam tubuhku ini ..., doa Roberto lalu dia membuka matanya sejenak.

        Dia merasakan angin malam berhembus dengan cepat dan Roberto merasakan dinginnya angin malam yang menusuk-nusuk tubuhnya. Roberto mendongak ke atas dan melihat langit malam berubah menjadi berwarna merah, bintang pun tak memancarkan sinarnya kembali.

        Roberto memejamkan matanya kembali. Jika memang alergi ini harus ada dalam tubuhku ini, aku hanya dapat berdoa, aku ingin bisa merasakan jatuh cinta dengan seorang wanita dan merasakan betapa hangatnya dekapan kasih seorang ibu, lanjut doa Roberto, lalu dia membuka matanya kembali.

        Apa? Jatuh cinta dengan seorang wanita? Konyol banget ya doaku, batin Roberto sambil tertawa kecil mengingat doannya.

        "Ngapain lo berdiri di teras?" Tanya kakak Roberto bernama William yang tiba-tiba muncul dari balik pintu rumah dan membuyarkan lamunan Roberto.

        "Ah, ngagetin aja," jawab Roberto kesal.

        "Lagian napa lo ngelamun kaya tadi? Kesurupan siluman tokek baru tahu rasa, pakai ketawa-ketawa sendiri lagi," kata William sambil mendekati adiknya.

        "Ah, gak mungkin gue kesurupan, setan aja takut ngeliat muka gue," kata Roberto sambil tertawa.

        "Dah masuk lo! Mau hujan ya?" Tanya william sambil melihat langit malam yang berubah menjadi merah pekat.

        "Yaelah, mendung belum tentu tanda hadirnya hujan, Kak," kata Roberto dengan tersenyum kembali.

        William menatap adiknya kesal. "Sotoy lo, dah masuk sana!" Perintah William pada adiknya. Roberto menuruti perintah kakaknya dan masuk ke dalam rumah. Tiba-tiba, hujan mulai turun dengan deras.

***


          Esok pagi, seperti biasa Roberto berangkat ke sekolah menggunakan sepeda pancal. Setidaknya, naik sepeda pancal itu baik bagi kesehatan, pikir Roberto.


        Jalanan di pagi hari ini berlumpur dan banyak genangan air di pinggir-pinggir jalan raya. Roberto sudah terbiasa melewati jalanan yang seperti ini, apalagi musim hujan seperti ini.


        Tiba-tiba ada sebuah mobil sport berwarna biru melaju begitu cepat melalui genangan air di sampingnya, yang membuat sepatu Roberto basah karena kecipratan air.


        Haizz! Umpat Roberto dalam hati lalu mengerem sepedanya. Mobil itu berhenti di pinggir jalan, tepat di depannya yang menghalangi jalan Roberto. Seorang gadis turun dari mobil sport itu dan menghampiri Roberto.


        Roberto turun dari sepedanya dan melihat sepatunya yang basah. Tiba-tiba, hidungnya terasa gatal.


       "Haciuhh ... haciuhh ... haciuhh ...." Roberto mulai bersin-bersin dan dilihatnya seorang gadis tepat berdiri di hadapannya. Roberto membalikkan badannya dan menjauh dikit dari gadis itu.


        "Are you okay?" Tanya gadis itu sambil mendekat ke Roberto. "Haciuhh ... haciuhh ... minggir lo!" Bentak Roberto pada gadis itu. Mata gadis itu tampak berkaca-kaca dan air matanya tepat membasahi pipinya.


        Roberto terus berjalan menjauhi gadis itu dan membalikkan badannya untuk melihat gadis itu. "Aku tahu kalau aku salah," kata gadis itu dengan isak tangis yang samar-samar.


        "Kalau gitu aku minta maaf karena aku sudah bikin kamu kecipratan air," kata gadis itu. Roberto hanya diam dan melihat sepatunya yang basah kuyup. Gadis itu juga melihat sepatu Roberto yang basah kuyup itu dan terlintas sebuah ide di pikirannya.


        Lalu, gadis itu pergi ke mobilnya dan kembali lagi ke Roberto. "Ini pakai saja," kata gadis itu sambil menunjukkan sepatu sport berwarna biru pada Roberto.


        "Ini punyaku, tenang aja sepatuku aman dari bakteri, virus, dan jamur kok," kata gadis itu sambil tersenyum pada Roberto. "Eh, lo pikir sekolah gue memperbolehkan muridnya pakai sepatu selain warna hitam? Huh?" Tanya Roberto dengan kesal.


        Gadis itu memandang sepatu yang dipakainya dan melepaskan ikatan tali sepatunya itu. Kebetulan, sepatu yang dikenakan oleh gadis itu berwarna hitam. "Mau ngapain lo? Emang gue mau pakai sepatu wanita? Bisa-bisa gue alergi pakai sepatu lo," kata Roberto dingin.


        Gadis itu menatap Roberto kembali dan matanya kembali berkaca-kaca. Roberto tampak cuek melihat tatapan gadis itu dan pandangannya kembali tertuju pada sepatunya yang basah kuyup.


        "Mau lo apa sih?!" Tanya gadis itu dengan nada tinggi yang membuat Roberto kembali memandang gadis itu dengan dingin. Entah mengapa perasaan Roberto menjadi aneh ketika mendengar gadis itu marah padanya.


       Hidung Roberto menjadi gatal kembali dan nafasnya begitu memburu ketika dia mendengar isak tangis gadis itu Apa aku salah? Batin Roberto sambil mengelus dadanya.

       "Haciuhh ... haciuhh ... haciuhh ...." Roberto bersin-bersin kembali dan dia berjalan semakin menjauh dari gadis itu. "Mau gue?" Tanya Roberto pada gadis itu, lalu dia bersin-bersin kembali.

        Gadis itu menahan perasaannya, berharap air matanya tidak membasahi pipinya yang merah merona itu. Namun, semua usahanya sia-sia, air matanya tepat meluncur di pipinya.

        Roberto semakin tidak tega melihat gadis itu menangis di pinggir jalan raya dan dilihat oleh banyak orang. "Haciuhh ... gue mau lo minggir dari gue," kata Roberto lalu berjalan mendekati sepedanya dan segera memancal sepedanya untuk meninggalkan gadis itu.

        Gadis itu tetap berdiri mematung dengan air matanya yang masih membasahi pipinya. Dia memandang sepatu sport miliknya yang dia pegang di tangan kanannya.

        Semua cowok sama saja, apakah aku salah untuk perhatian dengan mereka? batin gadis itu. Gadis itu segera masuk ke mobilnya dan mengusap air matanya dengan punggung telapak tangannya.

***


        Perasaan apa ini? Tanya Roberto sembari merasakan nyeri di dadanya. Apa aku salah sampai gadis itu marah padaku seperti itu?

        Sesampaiya di sekolah, Roberto segera menstandarkan sepedanya di bawah pohon besar dekat pintu masuk parkir sekolahnya. Dia segera menuju ke kamar mandi untuk membersihkan lumpur yang melekat di sepatunya.

        Napa sih hari ini sial banget? Baru pagi kaya gini sudah ada aja yang bikin masalah, keluh Roberto sambil menyiram sepatunyà dan menyikatnya. Setelah Roberto membersihkan semua lumpur yang melekat di sepatunya, dia pergi ke luar dari kamar mandi.

        "Hai ... bocah ingusan," sapa Dion sambil mengangkat alis kanannya. Dion dan kawan-kawan berdiri tepat di depan pintu kamar mandi yang membuat Roberto terkejut.

        "Apa kabar? Sudahkah anda ingusan hari ini?" Ejek Dion sambil menunjuk ke hidung Roberto. Roberto segera menutup hidungnya dengan kedua telapak tangannya.

        "Kenapa? Malu ya soalnya kamu lagi ingusan?" Ejek Dion kembali dan kawan-kawannya tertawa kembali. Roberto cuek saja dengan ejekan Dion karena sudah menjadi makanan sehari-hari Roberto di sekolahnya.

        "Makanya kalau punya alergi itu harus yang masuk akal, dong! Masa alergi sama wanita?" Kata Dion lalu disambar dengan tawa teman-temannya. Roberto sudah tidak bisa berkata lagi dan tangan Roberto disembunyikan di balik punggungnya karena Roberto mulai berkeringat dingin.

        "Lo harus tahu ini ...," kata Dion sambil mendekatkan bibirnya di telinga kirinya Roberto. "Lo itu harusnya gak di sekolah seperti ini," bisik Dion lalu menjauhkan kembali bibirnya dari telinga Roberto.

        "Tahu kenapa? Karena lo itu ABK (anak berkebutuhan khusus) dan ABK tidak pantas untuk bersekolah di sini," kata Dion lalu hening seketika. Dion memandang pada teman-temannya yang tiba-tiba diam seribu bahasa.

       "Aku bukan ABK dan aku tidak alergi dengan wanita!" Kata roberto dengan kesal.

        Biasannya Roberto sudah biasa dengan ejekan dari Dion, tapi untuk ejekannya yang ini membuat Roberto makin jengkel dengan sikap Dion.

        "Apa? Lo gak alergi dengan wanita?" Tanya Dion yang pura-pura seperti orang tuli lalu diikuti dengan tawa tipis. "Woy! Lo napa pada diam sih? Bantu gue dong biar suasananya makin seru!" Bentak Dion pada kawan-kawannya.

        Mereka semua hanya diam dan tidak ada yang berani angkat bicara. "Lo sudah keterlaluan, Dion," kata Kiki. "Apa? Keterlaluan?" Tanya Dion lalu diikuti dengan tawa kecil kembali.

        "Daripada lo ngomong kaya gitu, mending lo bawa tuh Aulia kesini!" Perintah Dion pada Kiki. "Aulia? Mau ngapain lo?" Tanya Kiki yang membantah perintah Dion.

        Dion menoleh ke arah Roberto dan tersenyum remeh padanya. "Aku mau buktikan kalau dia memang tidak alergi dengan wanita," kata Dion dengan tatapan remeh pada Roberto.

        "Cepat!" Bentak Dion pada Kiki. Kiki segera meninggalkan mereka menuju ke lantai empat di mana kelas Aulia berada, sedangkan Dion terus menatap remeh pada Roberto.

        "Bocah ingusan ... ABK ... alergi sama wanita lagi ... buat apa lo hidup?" Kata Dion yang membuat Roberto jengkel. Roberto segera meninggalkan mereka, tapi Dion menendang kaki Roberto yang membuat dia terjatuh.

         "Aww ...," rintih Roberto. "Sakit ya? Kasihan," kata Dion sambil mengusap-usap rambut Roberto dengan kasar. Sakit jiwa nih anak, umpat Roberto dalam hati.

         "Sini biar gue bantu," kata Dion sambil mengulurkan tangannya. Sok perhatian nih anak, batin Roberto sambil menepis tangan Dion. Kiki berlari ke Dion dan nafasnya begitu cepat ketika berdiri di depan Dion.

        "Eh, ada anak baru loh di sekolah kita. Anaknya cantik, putih, dan mukannya kaya artis Korea gitu, sekarang anak itu di ruang guru," kata Kiki yang membuat semua penasaran, tapi tidak bagi Roberto.

        "Serius lo? Ayo, gue mau lihat," kata Dion yang diikuti oleh teman-temannya berlari ke ruang guru. Roberto bangkit berdiri dan masih terasa sakit di lututnya.

        Anak baru? Emangnya penting buat gue? batin Roberto sambil berjalan menuju ke kelasnya dengan menahan sakit di lutut kakinya.

***

Tbc

A/n:

Hi... gimana dengan awal ceritannya?
Apakah sudah dapat feel dari cerita "Hawaphobia: First Fall in Love?"
Oh ya, nanti akan kejawab deh kenapa kok gue pakai judul "First Fall in Love?" Selama jalannya cerita.

So, happy reading ya dan tunggu terus updatennya.

        


Comments
0 Comments

No comments:

Post a Comment