"Roberto ... tunggu!" Teriak seseorang dari arah belakang Roberto. Roberto menoleh ke arah datangnya suara dan menyipitkan matanya.
Rito? Sudah tidak asing lagi bagi Roberto. Ya, namanya Rito adalah salah satu sahabat Roberto di sekolahnya, selain Dicky dan Yosua.
Setidaknya, Rito adalah sahabat yang paling dekat dan paling mengerti keadaan Roberto, dibandingkan lainnya. Rito lah yang selalu melindungi Roberto dan membelanya dari cemoohan dan ejekan Dion.
"Rito? Why?" Tanya Roberto ketika Rito sudah di hadapannya dan tubuh Rito membungkuk dengan lutut sebagai tumpuan kedua tangannya. Nafas Rito begitu cepat karena dia berlari dari parkiran sampai koridor sekolah lantai satu.
"Njirr, masa gue dikejar sama anjing penjaga sekolah di parkiran," kata Rito yang membuat Roberto tertawa mendengarnya.
"Lo takut sama anjing?" Tanya roberto sambil tertawa sekeras-kerasnya.
"Ih ... gue trauma sama anjing. Dulu pas gue kecil, gue lagi main sepeda di sekitar perumahan dan ada anjing warna hitam yang gigit celana gue. Sejak kejadian itu, gue trauma sama yang namanya anjing," cerocos Rito sambil menegakkan badannya kembali.
Roberto berjalan terseol-seol menuju tangga dan Rito mengikuti Roberto di sampingnya.
"Napa lo jalan kaya gitu? Habis jatuh?" Tanya Rito ketika melihat jalan Roberto yang seperti itu.
"Kagak! Gue habis breakdance," jawab Roberto kesal, "Ya iyalah gue habis jatuh, jatuh cinta."
Rito tercengang mendengar jawaban Roberto dan dibalas dengan senyum tipis di raut wajahnya. "Jatuh cinta? Lo jatuh cinta sama cewek, kan? Apa sama cowok? Soalnya kan lo hawaphobia," kata Rito sambil tertawa.
Roberto meninju perut Roberto dengan kesal, tapi percayalah, kalau Roberto memukul itu tidak ada rasa sakitnya sama sekali.
"Duh ... salah ngomong, maksud gue, gue tadi habis jatuh di depan kamar mandi," kata Roberto kesal sambil menaiki anak tangga satu persatu dengan susah payah.
"Tapi lo gak apa, kan?" Tanya Rito sambil melihat kaki Roberto, "Kayanya sih gak apa, tapi gak tahu sama malunya."
Roberto hanya membalasnya dengan senyum malu, sedangkan Rito terus tertawa melihat Roberto.
Mereka berdua segera naik ke kelas mereka yang ada di lantai tiga, kelas XI P-3. Rito membantu Roberto untuk menuntun dia menaiki anak tangga satu persatu, dengan tangan kiri Roberto diletakkan di bahu kiri Rito.
***
Suasana kelas XI P-3 pagi ini begitu ramai. Bukan karena ada tugas atau ulangan, tapi karena mereka asyik bahas anak baru di sekolah mereka.
Semua wanita yang sudah datang, mereka semua berkumpul di bangku paling belakang, termasuk Dicky dan Yosua.
"Jadi, sekarang anak baru itu ada di ruang guru?" Tanya Novi.
"Hooh," kata Dicky sambil mengambil posisi duduk di ujung meja, "Tadi gue lihat, dia masih di sana."
"Serius? Kira-kira tuh anak kelas berapa, ya? Jangan sampai deh masuk ke kelas kita. Bisa-bisa gue punya saingan," kata Mita sambil mengibas poninya.
"Saingan apa, Mit?" Tanya Novi dengan tatapan jijik melihat kelakuan Mita.
"Saingan cantiknya lah," kata Mita lalu disambar dengan tawa semua isi kelas.
"Lah, dia itu cewek? Gue kira cogan," kata Novi yang spechless.
"Ya iyalah, dia cewek," sahut Dicky. "Tapi dia itu cantiknya seperti artis Korea gitu. Seandainya, dia itu pacar gue," kata Dicky sambil mengibas poninya.
"Walah ... Dick ... Dick ... lo nembak cewek aja gak berani," ledek Yosua.
"Gue bukannya gak berani nembak cewek, tapi ketika kita sudah berañi nembak cewek itu berarti kita juga harus berani bertanggung jawab terhadap perasaannya," kata Dicky yang sok bijak.
Semua isi kelas tertawa mendengar ucapan Dicky sambil menggeleng-gelengkan kepala masing-masing. Tiba-tiba, Rito dan Roberto membuka pintu kelas dan semua mata tertuju pada mereka.
Hening
Rito dan Roberto menuju bangku mereka yang ada di tengah kelas. "Oyy! Roberto! Rito! Sini gabung sama kita," kata Yosua sambil mendorong dua kursi kosong ke arah Rito dan Roberto.
"Ada apa nih? Dapat nomer berapa hari ini?" Kata Rito sambil duduk di kursi yang diberikan Yosua, sedangkan Roberto memilih untuk duduk di bangkunya sambil membaca novel.
"Rito ... Rito ... kita ini lagi gosipin anak baru, bukan lagi arisan," kata Yosua sambil melempar pensil kayu ke arah Rito dan masuk tepat di saku seragam Rito.
"Woy! Itu pensil gue!" Teriak Dicky lalu mengambil pensil di saku seragam Rito.
"Oh, anak baru," kata Rito dingin. "Ngomong-ngomong, dia itu ...," kata Rito yang terpotong dengan hadirnya Bu Rita yang membuka pintu kelas.
Semua langsung panik dan kembali ke bangkunya masing-masing. Tumben Bu Rita sudah datang? Padahal, ini kan masih belum bel? Tanya Rito yang bingung sambil tergesa-gesa menuju bangkunya.
"Selamat pagi semuanya," sapa Bu Rita sambil menuju meja guru untuk meletakkan tas laptopnya.
"Pagi, Bu," sahut semua murid kelas XI P-3. Bu Rita meletakkan tas laptopnya di atas meja guru, lalu berdiri di depan kelas seakan-akan ingin memberikan pengumuman.
"Eh ... siapa yang duduk di bangku belakang tadi?" Tanya Bu Rita sambil menunjuk bangku belakang yang berantakan. Semua murid menoleh ke belakang dan tidak ada yang angkat bicara.
"Rapikan sekarang! Atau nilai Biologi kalian satu kelas akan dikurangi 50 poin semua," ancam Bu Rita yang membuat semua berdiri dan merapikan bangku di belakang.
Saat semuanya lagi sibuk merapikan bangku di belakang, tiba-tiba Dion dan kawan-kawan masuk ke kelas dengan seenaknya.
"Hey, kalian semua!" Bentak Bu Rita ke Dion dan kawan-kawan yang masuk begitu saja, "Dari mana kalian?"
Dion hanya tersenyum sinis mendengar Bu Rita yang marah-marah di depan kelas.
"Oke, semua duduk ke bangku kalian masing-masing! Ibu mau bicarain hal yang lebih penting daripada marah-marah sama kalian semua!" Perintah Bu Rita ke semua murid. Semuanya langsung kembali ke bangku masing-masing, termasuk juga Dion dan kawan-kawan.
"Ibu mau mengumumkan berita baik bagi kelas kalian," kata Bu Rita dengan serius. "Hari ini, kelas kalian akan kedatangan anak baru, ibu harap kalian semua bisa menjadi teman yang baik bagi anak baru ini."
"Oke, Nak, silakan masuk!" Panggil Bu Rita terhadap seseorang di balik pintu. Semua mata tertuju pada pintu kelas yang terbuka pelan dan cahaya dari luar masuk begitu terang mengiringi langkah gadis itu menuju Bu Rita di depan kelas.
Gadis itu? Roberto mengernyit bingung melihat seorang gadis yang masuk ke kelas dengan senyum manisnya. Bukankah gadis itu yang tadi bikin masalah sama gue di pagi tadi ya? Pikir Roberto sambil terus memandang gadis itu bingung.
Roberto menatap Rito yang terus tersenyum-senyum melihat gadis itu, begitu pula mata gadis itu melihat Rito sambil menebarkan pesona senyumnya.
Gadis itu memiliki rambut hitam kemerah-merahan panjang, iris matanya berwarna coklat, kulitnya kuning langsat, tubuhnya mungil dan ideal (tidak gemuk, juga tidak kurus), pipinya merah merona. Itulah gambaran dari gadis itu yang bisa dikatakan sebagai anak baru di SMA Harapan.
Gadis itu tepat berdiri di samping Bu Rita dan senyumnya masih melekat di raut wajahnya. Pesona senyumnya begitu memikat para lelaki, tapi Roberto cuek saja. Mungkin dalam hati Roberto masih memiliki dendam dengan gadis itu, karena gadis itu yang membuat sepatunya basah kuyup.
"Silakan perkenalkan dirimu!" Kata Bu Rita sambil tersenyum pada gadis itu. Semua murid memandang jijik senyum itu, karena Bu Rita sangat jarang, bahkan tidak pernah tersenyum dengan murid-murid SMA Harapan. Gadis itu mengangguk dan memandang ke semua murid XI P-3.
"Perkenalkan nama gue Aurel, gue pindahan dari Bandung, tepatnya dari International Gift School, gue pindah ke Surabaya karena mama gue punya proyek di sini sampai tiga tahun ke depan," perkenalan Aurel.
"Oke, ada yang mau bertanya?" Tanya Bu Rita ke kelas. Seketika, suasana kelas menjadi hening.
"Status lo apa, Rel?" Tanya Dicky dengan percaya diri yang memecah keheningan tadi. Semua anak XI P-3 langaung tertawa mendengar pertanyaan Dicky.
Aurel hanya senyum dan tersipu malu mendengar pertanyaan Dicky. "Menurut lo?" Tanya Aurel dengan kesal.
"Kalau menurut gue sih, lo itu cantik eaa ...," jawab Dicky yang mengundang tawa teman-teman kelasnya.
Aurel hanya menggeleng-gelengkan kepalanya. Setelah itu, Dion mengangkat tangan kanannya.
"Bu, boleh gak kalau saya ngasih saran sama Aurel?" Tanya Dion ke Bu Rita. Roberto langsung menoleh ke Dion karena dia tahu Dion pasti akan memberitahu ke Aurel masalah alerginya.
"Kamu mau ngasih saran apa ke Aurel?" Tanya Bu Rita ke Dion. Dion tampak berpikir sejenak.
Dion mengusir teman bangkunya, Kiki. "Saya mau saranin aja, sebaiknya Aurel duduk saja sama saya, kan dulu di awal semester, Bu Rita pingin kalau cowok sama cewek duduk sebangku," modus Dion agar bisa duduk sebangku dengan Aurel.
Kiki menatap Dion dengan kesal dan pindah di sebelah Naren, sedangkan Bu Rita tampak menyetujui saran dari Dion.
"Oke, saya rasa cukup perkenalan dengan Aurel," kata Bu Rita pada kelas, lalu menoleh ke Aurel. "Aurel, perkenalkan nama ibu, Bu Rita, ibu disini sebagai guru Biologi dan wali kelas XI P-3, ibu harap kamu bisa beradaptasi di sekolah ini," perkenalan Bu Rita pada Aurel.
Aurel mengangguk kepalanya dan menebar pandangannya ke seluruh kelas. Aurel tampak terkejut melihat sosok yang duduk di bangku ketiga dari depan kelas, di samping Rito.
Cowok itu? Tanya Aurel sambil terus melihat ke arah Roberto, sedangkan Roberto menurunkan novel yang dibacanya dan melihat ke Aurel yang berdiri di depan kelas. Roberto melihat tampak ekspresi terejut di raut wajah Aurel.
Deg.
Perasaan macam apa ini? Roberto merasakan hal yang tidak biasa ketika dirinya melihat mata Aurel. Jantungnya seakan-akan dua kali lebih cepat berdetak.
Roberto hanya tersenyum tipis ke Aurel, sedangkan Aurel membalas senyum sinis ke Roberto. Tampaknya, masih ada dendam yang bersarang di hati mereka karena kejadian tadi pagi.
"Nak Aurel?" panggil Bu Rita yang membuyarkan lamunan antara Roberto dan Aurel. Aurel memandang bingung ke Bu Rita.
"I-iya, Bu?" Tanya Aurel sambil terbata-bata.
"Silakan kamu duduk di samping Dion!" Perintah Bu Rita sambil menunjuk ke bangku Dion.
"Baik, Bu," balas Aurel sambil mengangguk pelan. Setelah itu, Aurel menuju ke bangku Dion dan pandangannya terus menuju ke Roberto, sambil menebar senyum sinis ke Roberto.
Roberto makin kesal melihat senyum Aurel, dia hanya membalas tatapan dingin ke Aurel. Napa sih tatapannya sirik banget? Gerutu Roberto dalam hati.
"Haciuhh ... haciuhh ... haciuhh ...." Roberto mulai bersin-bersin karena Aurel berjalan melewati sebelah kanan bangku Roberto. Seketika, semuanya tertawa ketika mendengar Roberto bersin-bersin, tak terkecuali Dion.
Aurel duduk di sebelah Dion dan menatap Roberto bingung. Kenapa kok setiap gue deket sama tuh cowok, dia selalu bersin-bersin gitu ya? Apa dia lagi flu kali ya? Tanya Aurel dalam hati.
"Eh ... Aurel," panggil Kiki dari belakang Aurel sambil mendekatkan tubuhnya ke Aurel. "Hati-hati ya! Dion itu cowok playboy," kata Kiki sambil tertawa kecil.
Dion mendengus kesal mendengar ucapan Kiki. "Awas loh nanti!" Ancam Dion sambil mengacak-acak rambut Kiki dengan kasar.
"Oke, ibu akan melanjutkan pelajaran minggu kemarin mengenai sistem pencernaan. Buka LKS kalian halaman 45!" Kata Bu Rita.
***