Rintik demi rintik hujan mulai berlomba membasahi jalanan Kota Surabaya malam ini. Tak ada yang menyangka akan terjadi hujan di malam ini karena sudah beberapa bulan ini hujan tidak mengguyur Kota Surabaya, apalagi malam ini adalah malam minggu. Semua orang yang sudah punya rencana menghabiskan waktu bermalam minggu bersama keluarga atau teman atau pacar harus mengurungkan niatnya untuk keluar rumah, kecuali mereka yang benar-benar ada suatu rencana atau acara penting yang tidak bisa mereka lewatkan malam ini. Banyak orang langsung menepi di toko-toko atau minimarket yang ada di pinggir jalan untuk berteduh atau mampir ke warung kopi terdekat untuk menyeduh kopi hangat yang begitu nikmat di saat hujan seperti ini.
Namun semuanya berbeda dengan Evelyn. Dia lebih senang membiarkan dirinya kehujanan malam ini. Dia menyusuri jalanan salah satu perumahan mewah di Surabaya yang kebetulan saat ini sepi. Tak ada satupun kendaraan melewati jalanan ini, hanya dirinya yang berada di sana ditemani dengan hujan deras ditambah angin kencang yang sukses menerbangkan helai demi helai rambut Evelyn yang sudah basah kuyup akibat guyuran hujan.
Evelyn memeluk tubuhnya sendiri lebih erat. Dia mulai merasa kedinginan, bibirnya pun mulai bergetar. Wajahnya pun sudah terlihat pucat dan dia sudah tak sanggup untuk melangkahkan keduanya kakinya lagi. Kedua kakinya sudah bergemetar menandakan bahwa kedua kakinya sudah tak sanggup lagi menopang tubuh mungilnya kini.
Bruk
Tak lama kemudian Evelyn jatuh berlutut di atas jalan yang sudah penuh dengan genangan air. Air matanya mulai bersaing dengan air hujan untuk membasahi wajah Evelyn. Tak ada yang bisa menggambarkan lebih detail bagaimana perasaan sedih dan kecewanya hari ini. Menurutnya hanya hujan yang mampu mendeskripsikan tentang perasaannya saat ini. Hanya hujan yang mampu menenangkan perasaannya saat ini, walaupun hujan juga membuat tubuhnya jadi makin lemah seperti ini.
Namun dia benar-benar kecewa dan sedih malam ini. Semuanya karena ketidakpedulian kedua orangtuanya terhadap kehidupannya. Evelyn benar-benar kecewa atas perlakuan kedua orangtuanya yang selalu memaksa dia untuk bisa menjadi seperti apa yang mereka inginkan. Mereka selalu memaksa agar Evelyn bisa mendapat rangking pararel di sekolahnya, padahal Evelyn sendiri sangat muak dan benci dengan semua pelajaran di sekolahnya, terutama dia paling benci dengan angka dan tabel periodik.
Evelyn memilih untuk berlutut di jalanan seperti ini dan meratapi kebodohan otaknya yang tidak bisa sepintar adik-adiknya yang selalu dibanggakan kedua orangtuanya karena selalu mendapat rangking pararel di sekolah, sedangkan dirinya hanya bisa mendapatkan rangking pararel tapi sayangnya dari belakang.
Hal itulah yang membuat Evelyn tak berani untuk pulang ke rumah. Sejak pulang sekolah tadi, dia memilih untuk duduk di kamar mandi sekolah selama berjam-jam sambil menangis. Entah berapa liter air mata yang udah ia habiskan untuk merutuki kebodohannya pada hari ini. Beruntung satpam sekolah mendengar tangisnya di kamar mandi dan menyuruh dia untuk keluar dari kamar mandi agar dia segera pulang, jika tidak ada satpam sekolah yang menegurnya mungkin bisa-bisa dia akan duduk di kamar mandi sekolahnya sampai hari Senin. Perlahan tapi pasti, keberanian Evelyn untuk pulang ke rumah makin menciut karena dia terus membayangkan kedua orangtuanya pasti marah besar ketika tahu bahwa dirinya tidak bisa dapat rangking pararel lagi tahun ini.
Tiba-tiba suara petir terdengar begitu keras dan menyambar tiang penangkal petir di salah satu rumah yang berada di sebelah kiri Evelyn. Hal itu sangat mengejutkan baginya. Wajahnya makin pucat dan napasnya mulai memburu. Degup jantungnya makin tak karuan ketika mendengar suara petir barusan. Dia mulai menggigil kedinginan, sehingga ia makin mengeratkan jaket yang ia pakai untuk menghangatkan tubuhnya sedikit, walaupun dia tahu hal itu percuma.
Tiba-tiba sebuah benda jatuh menimpa kepala Evelyn dengan keras, memantul, dan akhirnya jatuh di depan lutut kiri Evelyn. Evelyn ingin sekali berteriak menyumpah serapah siapapun yang baru saja melempar benda ini tepat di kepalanya, tapi mulutnya sudah tak sanggup lagi untuk berbicara. Akhirnya dia hanya menggosok puncak kepalanya dengan sedikit kasar, lalu pandangannya teralih pada benda yang ada di bawahnya dan mulai penasaran dengan benda apa yang baru saja menimpa kepalanya tadi. Evelyn mengambil benda itu dengan ragu-ragu tapi akhirnya tangan kanannya mengambil benda itu serta mengamatinya dengan hati-hati.
Bruk
Tiba-tiba sebuah buku jatuh tepat di depan Evelyn berlutut yang kebetulan tempat buku itu jatuh ada genangan air yang membuat sebagian air dari genangan tersebut menyiprati seluruh wajah Evelyn. Emosi Evelyn makin menjadi-jadi. Evelyn mengedarkan pandangannya ke sekitar, tapi tidak ada siapapun di sana. Awas aja kalau si pelempar buku dan benda aneh ini ketemu dengan aku, pulang- pulang tinggal nama doang! gerutu Evelyn dalam hati. Kemudian pandangannya berpaling kembali pada benda yang dia pegang dari tadi. Dia menatap lekat-lekat sambil memutari objek yang ada di tangannya tersebut. Evelyn baru menyadari bahwa ini adalah sebuah senter kecil berwarna hitam dengan ukiran huruf timbul dengan tulisan 'TDF' berwarna emas yang terletak di bagian kanan senter itu. Evelyn meraba-raba bawah senter itu, tapi dia sama sekali tak menemukan tombol untuk menyalakannya. Namun begitu dia menekan ukiran huruf 'TDF' pada senter itu, saat itu juga cahaya putih dari lampu senter itu keluar. Dia takjub dengan model senter ini karena modelnya cukup unik dan belum pernah dia temukan model senter seperti ini. Kedua matanya tampak berbinar-binar seakan-akan dia menemukan semangat hidupnya kembali.
Evelyn menyimpan senter tersebut ke dalam saku seragamnya. Dia berencana akan mengoleksi senter ini karena sampai detik ini tidak ada tanda-tanda orang yang menghampirinya dan mengaku kalau senter ini miliknya. Kemudian pandangannya tertuju pada buku yang jatuh di hadapannya tadi. Sampul bukunya terukir jelas huruf 'TDF' yang ukiran hurufnya sama persis dengan ukiran huruf di senter tadi, baik model ukirannya juga warnanya. Dia mengambil buku itu, lalu membuka halaman pertamanya. Namun kedua matanya membulat sempurna, kertas dalam buku ini tidak basah sedikitpun akibat air hujan, walaupun rintik-rintik hujan begitu keras menghantam kertas-kertas yang terbuka di buku ini, tapi kertas-kertas tersebut sama sekali tidak basah dan tinta tulisannya juga tidak luntur karena air. Kertas di halaman pertama buku ini tergoreskan tinta dengan ukiran huruf yang tidak jelas dan tak bisa dimengerti sama sekali. Setelah itu, Evelyn melihat halaman keduanya. Dia juga merasa pusing melihat huruf-huruf yang sama sekali dia tak mengerti. Namun tak lama kemudian huruf-huruf itu bergerak dengan cepat, lalu membentuk kata demi kata yang akhirnya Evelyn bisa baca dan pahami.
"Senter itu bernama senter TDF. Senter TDF yang kamu miliki bukanlah senter biasa, senter ini memiliki kemampuan membunuh seseorang hanya dengan mengarahkan cahaya senter tersebut ke kedua mata orang yang ingin kamu bunuh," tulisan yang ada di halaman pertama buku TDF yang membuat Evelyn segera menutup buku tersebut.
Dia sama sekali tak mengerti apa maksud dari buku ini, tapi dia sangat tertarik dengan misteri dan penjelasan singkat yang baru saja dia baca di buku ini. Dia mengeluarkan senter yang berada di saku seragamnya tadi, lalu mengamati lekat-lekat senter TDF. Memang dia akui bahwa senter ini unik dan misterius. Apakah benar senter ini bisa membunuh orang? Tanya Evelyn dalam hati.
Evelyn memasukkan kembali senter TDF ke dalam saku seragamnya dan memeluk buku tadi di depan dadanya. Dengan cepat ia beranjak berdiri dan segera memberanikan diri untuk pulang. Bodo amat dia akan dimarahi lagi sama kedua orangtuanya. Bagi dia yang terpenting bisa memecahkan misteri yang ada pada senter TDF saat ini sebelum senter ini diambil lagi oleh pemiliknya. Dia ingin tahu bagaimana senter ini bekerja dan apakah tulisan dalam buku tersebut benar. Lebih menyenangkan jika bisa menyelesaikan suatu misteri, daripada menghitung aljabar, Batin Evelyn sambil berlari menuju rumahnya.
***
NOTE:
Hai kembali lagi dengan cerita novel baruku yang kali ini genrenya tidak jauh beda dengan cerita yang aku bikin kemarin, ya genre mystery/thriller gitu. Sebenarnya ide cerita ini muncul pas dulu rame-ramenya event oneshoot di grup kepenulisan wattpad di line dan banyak sekali teman-teman dari grup kepenulisan wattpad senang dengan ide cerita yang aku buat ini. Jadinya aku pingin bikin yang pertamanya hanyalah sebuah oneshoot, lalu aku ingin menulisnya dalam bentuk novel. Aku harap novel ini benar-benar bisa membuat kalian antusias dalam membaca novel dan bisa mengikuti jalan cerita dari novel yang aku tulis kali ini.
Dan satu hal lagi, novel The Death Flashlight hanya di publish di akun wattpad yang bernama sapi_imoet (akunku sendiri). Jadi kalau yang mau baca kelanjutan dari novel ini, aku saranin untuk log-in akun wattpad kalian dan cari novel ini di akun wattpad ku atau download wattpad di playstore (bagi yang gak punya wattpad). Kenapa harus di wattpad? Ada banyak alasannya sih yang bikin aku lebih senang publish di wattpad, salah satunya ada interaksi yang bagus antara penulis dan pembacanya dibandingkan lewat blog seperti ini, sehingga penulis bisa tahu langsung seberapa jauh ceritanya disukai oleh pembaca. Jadi aku hanya publish prolognya di sini, tapi aku publish keseluruhan isi cerita dari The Death Flashlight ini di akun wattpad aku.
Sekian note di sini dan semoga hari kalian menyenangkan :)
Jika ada pertanyaan tanyakan di komen ya atau di akun sosmedku.