Cerita di blog ini

Hawaphobia: First Fall in Love (1.Hari Sial)

        Alergi? Apa yang ada dalam pikiranmu mengenai alergi? Mungkin dalam pikiran kalian akan terlintas jenis-jenis alergi yang ada, mungk...

Monday, September 26, 2016

Goodbye Single (inspirasi dari lagu siapkah kau tuk jatuh cinta lagi- hivi)

"Jadi begini sikapmu selama ini?" tanya Stace dengan napas yang terengah-engah. "Laki-laki macam apa kau??? Terus saja kau urusi dia."

"Beb, bukan gitu maksudku!" kata Dito dengan mantap. "Kau tahu kan kalau Lily habis berkabung karena ayahnya telah meninggal beberapa minggu yang lalu? Ka--" jelas Dito berusaha meyakinkan Stace.

"Cukup!!! Aku tak butuh penjelasanmu lagi! Aku melihat dengan kepala mataku sendiri kalau kau berpelukan dengan Lily di perpustakaan tadi," sela Stace dengan nada menggebu-gebu.

Perlahan setetes air hangat sukses menembus bendungan yang dibentuk oleh Stace di mata sendunya. "Oke, aku ngerti perasaan kamu, tapi cobalah mengerti posisiku. Laki-laki macam apa yang tega membiarkan seorang wanita yang menangis sendirian seperti Lily tadi?" jelas Dito sekali lagi.

Setelah itu Dito menghapus air mata yang mengalir di kedua pipi Stace. "Aku percaya sebenarnya kamu masih percaya dengan aku, bukan?" tanya Dito untuk mencairkan suasana yang canggung di antara mereka berdua.

Stace yang menyadari hangatnya tangan Dito yang menyentuh kedua pipinya tersebut langsung tersadar dari lamunannya. Tak lama dari itu Stace langsung menyingkirkan kedua telapak tangan Dito dari pipinya.

"Kau pikir aku cewek macam apa yang hanya bisa kau pengaruhi dengan pesonamu, huh?" tanya Stace dengan nada kasar. "Aku udah putuskan mulai sekarang kalau aku ingin putus denganmu, titik!" ucap Stace dengan penuh penekanan pada kalimat 'putus denganmu'.

Setelah mengucapkan hal itu, Stace langsung pergi dari hadapan Dito. Namun, kedua tangan Dito mencengkram lengan Stace. "Jangan pergi! Kau tahu kan kalau kita tidak boleh mengambil keputusan saat kita lagi emosi, bukan? Kau sendiri yang mengatakan hal itu padaku," kata Dito.

Stace mengalihkan pandangannya pada Dito dan tersenyum sinis padanya. "Hal itu tidak berlaku lagi sekarang semenjak kau telah bermain curang dengan diriku," jawab Stace. "Aku tahu semuanya," lanjut Stace.

"Hufft! Dasar wanita keras kepala!" gerutu Dito dengan mengacak rambutnya.

Plak

"Jangan sebut aku dengan sebutan itu atau kau tanggung sendiri akibatnya!" kata Stace sehabis menampar pipi Dito. Setelah itu Stace langsung pergi dan membenamkan wajahnya dengan kedua tangannya agar tidak semua orang tidak tahu kalau dia lagi menangis.

Brak

Ahh sial, batinku ketika Stace menabrak diriku. Aku segera memeluk tubuhnya agar dia tidak terjatuh dengan konyol.

"Alfred? Maaf ya kalau aku udah nabrak kamu," kata Stace dengan nada lembut sekali, sangat berbeda 180 derajat dengan ucapannya dengan Dito tadi.

"Aku yang harusnya minta maaf karena udah gak lihat-lihat kalau jalan," kataku pada Stace. Entah kapan terakhir kali aku bisa berbicara dengan Stace seperti ini?

Stace menyunggingkan senyum manis yang terpatri di wajahnya padaku. Entah kapan terakhir kali aku melihat senyum manisnya padaku seperti ini? Rasanya itu sudah terlalu lama, kira-kira dua tahun yang lalu tepatnya.

Stace segera menghapus air mata di pipinya dan membenarkan poninya sedikit. "Aku permisi dulu ya," pamit Stace dengan nada yang lembut. Entah kapan terakhir pula aku bisa merasakan sesuatu yang berbeda di hatiku ini ketika aku dekat dengan Stace?

Stace segera menjauh dariku dan aku hanya bisa melihat Stace dari kejauhan yang makin pudar dari pandanganku. Apa aku merasakan jatuh cinta itu kembali?

Jujur aku itu sebenarnya sudah lama menyukainya. Bahkan, aku sampai tidak tahu harus berkata apa jika berada di depannya karena aku terlalu takut untuk membuka perasaanku padanya.

Namun itu semua tak berlangsung lama dengan hadirnya Dito yang sudah tiada angin tiada badai menjadi pacar Stace. Semenjak itu pula aku tidak pernah merasakan jatuh cinta lagi karena terlalu pahit menerima kenyataan seperti itu.

Sekarang apakah aku jatuh cinta lagi dengan dirinya? Yang menjadi pertanyaanku adalah siapkah dia untuk jatuh cinta lagi seperti dahulu?

Sebab aku tahu sebenarnya Stace tidak pernah memiliki perasaan cinta apapun dengan Dito, tapi dia jauh lebih cinta aku. Kalian bisa mengatakan aku terlalu percaya diri, tapi memang inilah yang aku rasakan. Stace benar-benar mencintaiku, walaupun aku tak pernah tahu alasan dia memilih Dito menjadi kekasihnya. Apa karena Dito lebih pintar?

Ahh, jangan pikirkan lagi. Mungkin inilah kesempatan yang harus aku dapatkan. Aku harus mengejar Stace, bukan karena aku terlalu nafsu, tapi aku ingin mengerti kepastian perasaanya terhadapku.

***

"Stace," sapaku ketika Stace menarik salah satu buku dari tumpukan sampah. "Kamu ngapain? Itu kenapa kok kamu ngambil buku sampah kayak gitu sih?" tanya ku dengan penasaran.

Kedua sudut bibir Stace terangkat dan memberikan buku itu padaku. "Kamu memang 'buku' yang mudah dibaca," jawabnya yang sukses membuatku bingung.

"Huh?" kata yang keluar begitu saja dari mulutku. Stace yang mendengar perkataan ku hanya bisa tersenyum.

"Kamu pikir aku tidak pernah ngerti apa yang sedang kamu rasakan, huh?" tanya Stace yang bikin otakku jadi meledak memikirkan perkataannya.

"Kamu suka kan sama aku?" tanya Stace begitu saja yang membuat telingaku tidak percaya dengan pernyataannya atau mungkin sebuah pertanyaan.

"Eh ...," gumamku karena aku tidak bisa berkata apa-apa lagi.

"Tenang aja," ucapnya dengan lembut. "Jujur saja dengan perasaanmu! Jika kau tidak pernah jujur dengan perasaanmu, maka orang yang kau cintai juga tidak akan pernah mengerti apa yang kau rasakan," lanjut Stace.

Diam seribu bahasa. Entah apa yang mau aku bicarakan lagi? Meski bibirku tidak dapat berkata-kata lagi saat ini, tapi aku juga tidak bisa menyangkal perasaanku pada Stace selama ini.

"Siapkah kau tuk jatuh cinta lagi?" tanya Stace padaku. Tanpa kusadari, kedua sudut bibirku terangkat ke atas membentuk sebuah senyum manis pertama kalinya untuk Stace.

"Jika kau siap juga," jawabku sambil mengambil buku dari Stace. Aku melihat buku tersebut dengan teliti yang ternyata itu adalah sebuah buku diary yang pernah sempat aku buang dua hari yang lalu di tempat sampah belakang sekolah.

Aku mengalihkan pandanganku pada Stace yang sudah tersenyum dengan matanya yang berbinar-binar. Bagaimanapun juga aku sempat menuliskan betapa kagumnya diriku pada Stace melalui diary itu.

"Kamu memang 'buku' yang mudah dibaca," kata Stace.

"Kamu memang wanita yang sangat kucintai," kataku. Tak lama dari itu aku dan Stace saling pandang untuk menunjukkan bahwa aku ingin menjadi kekasih Stace.

Goodbye Single, batinku.

***

End

A/n: kasih kritik dan sarannya ya :)

Comments
0 Comments

No comments:

Post a Comment